Kamis, 23 Desember 2010

TIDUR Zzz.....

sobat bloger..., suatu ketika saya membuka email ada kiriman sebuah artikel dari situs jepang yang menjelaskan tentang kebiasaan tidur orang jepang tepatnya orang Tokyo. pada artikel tersebut diceritakan bahwa di kota Tokyo pernah diadakan suatu survei oleh perusahana ternama yaitu Ajinomoto Co, meminta pendapat dari 891 orang yang tinggal di Tokyo, New York, Paris, Stockholm dan Shanghai mengenai kebiasaan tidur mereka.

Dari hasil survei tersebut diketahui bahwa :

      1.  Warga Shanghai rata-rata tidur selama 7 jam dan 28 menit.
      2.  Warga Stockhlom rata-rata tidur selama 7 jam dan 8 menit.
      3.  Warga Paris rata-rata tidur selama 6 jam dan 55 menit.
      4.  Warga New York rata-rata tidur selama 6 jam dan 35 menit.

      5.  Warga Tokyo rata-rata tidur selama 5 jam dan 59 menit.

Dari hasil survei terlihat jelas bahwa betapa orang-orang di negara maju mampu menggunakan waktunya seefisien mungkin bukan hanya untuk tidur...., dan karena sangat efisiennya sering ditemukan orang tokyo yang tidur di dalam kerete ketika mereka sedang dalam perjalanan pulang kerja.




Setelah membaca artikel tersebut saya jadi malu untuk tidur lebih dari orang Shanghai, dan bertanya apa yang terjadi jika orang Indonesia tidur sedikit dari pada orang tokyo (apakah Indonesia akan lebih baik daripada tokyo atau justru lebih buruk dari pada sekarang?)......

Senin, 13 Desember 2010

lucunya sms ini

"Frend maaf iah jagn trima tllvn dr nmr
085247384358
085247523258
085247649263
085246037743
085247589491
085347052749
085246035830
itu no berwarna merah awas jgn diangkat karena terjadi di bandung 5 orang sudah jadi mangsa, tolong sebarkan sms ini ke 15 tmnmu. karena no ni sedang mencari tumbal. jika tdak disbarkan maka ibumu sbgai penggantinya. cpt seblum jam 12 malam(NYATA). maaf q jg dpt. Q krim ke u krna q syank ibuku, apakah arti sbuah pulsa.. dibanding kehilangan ibu."

Itu bunyi sms yang sekitar tgl 11 desember 2010 saya peroleh dari temen kost, dan kebetulan sekali sekitar 2 hari sebelumnya saya juga memperoleh sms yang inti sarinya sama seperti sms diatas yaitu ancaman untuk menyebarkan sebuah sms dengan resiko jika tidak kita akan MATI. Dan lucunya ada beberapa temen yang benar2 percaya dan menyebarkan sms-sms seperti tersebut.

Karena penasaran akhirnya saya cari info tentang sms tersebut dan saya tanyakan kepada "mbah google, dan ketemulah jawabannya, ada beberapa site's (mulai dari blog ampe forum seperti kaskus) yang membahas tentang kebenaran konten sms tersebut. dan keimpulannya itu hanyalah HOAX (sms sampah) yang sedikitpun tidak bisa dipercaya. Di dunia maya konten seperti itu sangat tidak dipercaya, namun anehnya di dunia nyata alah masih banyak orang yang percaya dan takut dengan hoax seperti itu. 

Memang sih.., sekilas kita bisa memaklumi teman, atau orang yang percaya akan sms tersebut (mungkin masih culun ato alasan lian). Tapi perlu kita cerna lagi, kita ini manusia yang hidup di negara yang sudah merdeka sejak  65 tahun, artinya kita seharusnya punya rasa percaya diri dan tidak mudah takut dengan ancaman (apalagi ancaman yang sangat tidak masuk akal). Dan kita juga harus ingat kita ini manusia yang hidup di negara yang mempercayai adanya TUHAN (sebagaimana yang tercantum dalam pembukaan UUD '45), trus kenapa hanya dengan HOAX seperti itu kita sudah ciut nyali.

Oleh karena itu, saya pribadi terpingkal2 ketika mengetahui ternyata masih ada orang yang percaya dengan sms gituan dab ikut serta merta menyebarkannya (meigkuti perintah yang ada di sms tersebut) tanpa mencari dulu kebenarannya.


Jumat, 10 Desember 2010

pernikahan

menikah...
Pada suatu hari hp saya berbunyi yang menandakan ada panggilan masuk saya lihat di layar hp tersebut hanya tertera nomor baru, setelah saya angkat terdengara suara yang tidak asing bagi saya dan terjadi obrolan kecil bla...bla....bla....
Setelah pembicaraan tersebut maka sebuah rencana saya buat, yaitu besok lusa saya harus pulang kampung  (lamongan) karena ada sesuatu yang sangat penting walaupun ada beberapa agenda di malang yang harus saya batalkan. Tepatnya pada tanggal 8 hari Rabu Desember 2010 akan dilaksanakan resepsi penikahan sahabat saya  yang sudah saya anggap seperti saudara kandung. sejak kecil (mungkin) umur 12 th saya sudah berteman dengannya dan alhamdulillah pertemanan tersebut masih berlanjut sampai sekarang walaupun pernah terjadi suatu insiden yang hampir membuat kami bermusuhan.
Di desa saya terdapat suatu adat bahwa keberangkatan seorang mempelai (laki-laki) ke tempat mempelai perempuan harus diikuti oleh beberapa orang (rombongan) yang dalam bhs jawa disebut pengiring / iring-iringan, pengiring ini biasanya terdiri dari keluarga dekat, tokoh masyarakat dan beberapa undangan yang dikehendaki oleh mempelai. tidak ada yang istimewa pada acara resepsi tersebut, acarapun berlanjut seperti biasa, diawali dengan pembukaan (sambutan-sambutan), diisi dengan ceramah agama, dan ditutup dengan acara pemberian ucapan selamat (doa) bagi mempelai.
Justru setelah acara tersebut selesai sesuatu yang bagi saya sangat amat istimewa yaitu pada saat sang mempelai laki-laki harus ditinggal sendirian dirumah mertua barunya, ketika para pengiring mulai meninggalkan tempat resepsi tersebut satu-persatu, terdengar bisikan di telingga saya "pik, tolong kamu jangan pulang dulu, temani  aku dulu, aku masih sungkan dan belum kerasan (terbiasa)". itulah omongan temanku yang pertama kali aku dengar setelah perubahan status sosialnya (SUDAH MENIKAH). akhirnya saya pun tidak ikut rombongan pengiring pulang dan menemani temanku tersebut sampai saya rasakan tidak ada lagi kecanggungan yang dirasakan oleh teman ku.
Dari penggalaman tersebut saya muali berfikir bahwa, salah satu yang membuat menikah menjadi suatu pekerjaan yang sakral yaitu persiapan mental. sepandai apapun kita, sekaya apapun kita, dan sekuat apapun kita, kalau mental kita tidak siap untuk menikah atau menjalani bahtera rumah tangga maka, semua persiapan dan kekuatan tersebut akan sia-sia.Karena menikah bukan masalah umur, bukan pula masalah uang. namun menikah menurut saya adalah masalah mental (mental bagi mempelai untuk menjalani bahtera rumah tangga, mental bagi orang tua untuk merelakan anaknya, dan mental bagi negara untuk memberikan dukungan bagi keluarga baru untuk menjalani kehidupan yang layak dengan menyediakan segala fasilitas yang dibutuhkannya).
Saya pun berfikir , jika sejak dini kita diajari tentang bagaimana mempersiapkan mental untuk menikah tentu akan banyak pemuda yang lebih memilih menikah (yang merupakan cara terbaik untuk menyalurkan "fitrah manusia"), dari pada memilih jalan lain seperti pacaran, zina dll.karena sungguh menikah itu mampu mengurangi kesempatan kita khususnya kaum lelaki untuk melakukan dosa.  
Pertanyaannya sekarang, pernahkan kita medapatkan pelajaran mental untuk menikah atau hanya mental untuk berpacaran yang (sangat mudah) kita peroleh ?  dan terlepas dari pertanyaan yang pertama, apakah kita sendiri mau untuk segera belajar bagaimana mempersiapkan mental kita agar kita siap untuk segera melakukan pernikahan (separoh agama) tersebut.